Ceritatentang Indahnya Toleransi di Bulan Ramadan. Sukses Bikin Merinding dan Hati Bergetar. Toleransi beragama. 10 Mei 2019 . Author : Apalagi Bulan Ramadan telah tiba, bulan yang ditunggu - tunggu oleh umat Islam. Sepantasnya pada bulan ini kita meningkatkan ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan menjalankan puasa.
Adapunkegiatan Shalat Tarawih yang dilaksanakan di sini ialah 8 rakaat Tarawih ditambah 3 rakaat Witir dengan ketentuan 2 rakaat sekali salam. Sedangkan pada Shalat Witir ketentuannya ialah 2 rakaat sekali salam, lalu dilanjutkan 1 kali salam. Biasanya pada rakaat kesebelas, imam membaca Surah Pendek Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas secara
. 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID mKzwEUcNp2yfIknV-LqDBw5GxuqBWQ4Y24_kd6ObfmV404BvQDqbLA==
Edisi 25 1440H Tema Ramadhan بسم الله لرّحمان الرّحيم Para pembaca rahumakumullah. Sungguh telah tertulis dengan goresan tinta emas dalam kitab-kitab hadits dan biografi tokoh-tokoh umat sepanjang masa tentang kesungguhan dan semangat para ulama yang luar biasa di dalam mengisi waktu-waktu di bulan Ramadhan dengan berbagai amalan shalih. Dalam tulisan kali ini kami akan memaparkan secara ringkas kesungguhan sebagian mereka dalam beramal di bulan Ramadhan. Harapannya semoga kisah-kisah mereka akan memberikan semangat dan kesungguhan kepada diri kita dalam beramal di bulan Ramadhan. Semangat Para Ulama dalam Membaca al-Qur’an di Bulan Ramadhan Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam telah menerangkan dalam banyak haditsnya tentang keutamaan membaca al-Qur’an, antara lain sebagai berikut artinya, “Permisalan orang beriman yang membaca al-Qur’an adalah seperti buah Utrujah jeruk sukade yaitu aromanya harum dan rasanya manis. Dan permisalan orang yang beriman yang tidak membaca al-Qur’an adalah seperti buah kurma yaitu tidak ada aromanya dan rasanya manis.” HR. al-Bukhari no. 5020 dan Muslim no. 797 dari shahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiallahuanhu “Bacalah al-Qur’an, karena sesungguhnya al-Qur’an itu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan memberikan syafaat pembelaan kepada para pembacanya.” HR. Muslim no. 804 dari shahabat Abu Umamah al-Bahili radhiallahuanhu Pada ulama pendahulu kita, mereka memperbanyak membaca al-Qur’an pada bulan Ramadhan baik dibaca dalam shalat maupun di luar shalat. Al-Aswad bin Yazid rahimahullah Beliau mengkhatamkan al-Qur’an di bulan Ramadhan pada setiap 2 malam sementara pada saat di luar bulan Ramadhan beliau biasa mengkhatamkan al-Qur’an pada setiap 6 malam. Adapun waktu istirahat beliau untuk tidur hanya pada waktu antara maghrib dan isya. Siyar A’lamin Nubala, [4/51] Al-Walid bin Abdil Malik rahimahullah Beliau biasa menghatamkan al-Qur’an pada setiap 3 hari di luar bulan Ramadhan. Adapun tatkala berada di bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak 17 kali. Siyar A’lamin Nubala, [4/347] Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah Ar-Rabi’ bin Sulaiman menceritakan, “Dahulu asy-Syafi’i biasa mengkhatamkan al-Qur’an pada bulan Ramadhan sebanyak 06 kali selain yang dibaca dalam shalat. Sementara di luar bulan Ramadhan, pada setiap bulannya beliau biasa mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak 30 kali.” Tahdzibul Kamal, [1/335] Qatadah bin Di’amah as-Sadusi rahimahullah Beliau biasa mengkhatamkan al-Qur’an di luar bulan Ramadhan pada setiap 7 hari. Dan tatkala memasuki bulan Ramadhan pada setiap 7 hari. Dan tatkala memasuki bulan Ramadhan, beliau menghatamkan al-Qur’an pada setiap 3 hari. Kemudian apabila memasuki 10 hari terakhir dari Ramadhan, beliau mengkhatamkan al-Qur’an pada setiap harinya. Siyar A’lamin Nubala, [5/276] Sa’id bin Jubair rahimahullah Beliau juga biasa mengkhatamkan al-Qur’an di bulan Ramadhan pada setiap 2 malam. Siyar A’lamin Nubala, [4/325] Zabid al-Yami al-Kufi rahimahullah Apabila memasuki bulan Ramadhan maka beliau menghadirkan al-Qur’an dan para shahabatnya berkumpul di sekitar beliau. Bughyatul Insan fi Wazhaif Ramadhan li Ibni Rajab, hal. 46 Waki’ bin al-Jarrah rahimahullah Beliau biasa membaca al-Qur’an pada malam harinya di bulan Ramadhan dengan 1 kali khatam 30 juz dan sepertiga al-Qur’an 10 juz, kemudian di siang harinya melakukan shalat dhuha sebanyak 12 rakaat. Siyar A’lamin Nubala, [12/109] Abul Qosim Ibnu Asakir rahimahullah Al-Qosim bin Ali – tatkala menyifati sang ayah yaitu Ibnu Asakir – mengatakan, “Beliau dahulu adalah orang yang tekun melaksanakan shalat berjama’ah dan membaca al-Qur’an, beliau biasa mengkhatamkan al-Qur’an pada setiap Jum’at dan mengkhatamkan al-Qur’an di bulan Ramadhan pada setiap harinya.” Siyar A’lamin Nubala, [20/562] Ibrahim an-Nakha’i rahimahullah Beliu biasa mengkhatamkan al-Qur’an di bulan Ramadhan pada setiap 3 malam. Dan ketika memasuki 10 hari yang terakhir, maka beliau mengkhatamkannya setiap 2 malam. Lathaif al-Ma’arif li Ibni Rajab al-Hanbali, hal. 318 Sufyan ats-Tsauri rahimahullah Abdurrazaq rahimahullah berkata, “Dahulu Sufyan ats-Tsauri apabila memasuki bulan Ramadhan maka beliau meninggalkan manusia dan konsentrasi untuk membaca al-Qur’an.” Bughyatul Insan fi Wazhaif Ramadhan li Ibni Rajab, hal. 46 Muhammad bin Ismail al-Bukhari rahimahullah Pada saat bulan Ramadhan, beliau biasa menkhatamkan al-Qur’an setiap hari pada sat siang hari dan mengkhatamkan al-Qur’an setiap 3 malam yang dilakukan setelah melaksanakan shalat tarawih. Siyar A’lamin Nubala, [12/439] Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Adapun terkait dengan larangan dari Rasulullah tentang tidak bolehnya mengkhatamkan al-Qur’an kurang dari 3 hari maka demikian maksudnya adalah apabila dilakukan secara terus menerus kurang dari 3 hari. Namun apabila yang demikian ini dilakukan sesekali pada waktu-waktu yang memiliki sesekali pada waktu-waktu yang memiliki keutamaan seperti bulan Ramadhan terkhusus pada saat malam-malam yang diharapkan padanya lailatul qadr atau pada tempat-tempat yang utama seperti Mekkah bagi orang yang memasukinya dan bukan merupakan penduduk Mekkah, maka disunnahkan untuk memperbanyak membaca al-Qur’an untuk mengambil kesempatan meraup pahala yang terkait dengan waktu. Ini adalah pendapat al-Imam Ahmad dan Ishaq serta para ulama lainnya.” Lahtif al-Ma’arif li Ibni Rajab al-Hanbali, hal. 183 Semangat Para Ulama dalam Menegakkan Shalat Malam di Bulan Ramadhan Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam telah menerangkan tentang keutamaan menegakkan shalat malam di bulan Ramadhan antara lain dalam sabdanya artinya, “Barangsiapa menegakkan shalat malam di bulan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap pahala maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” HR. al-Bukhari no. 2009 dan Muslim no. 759 dari shahabat Abu Hurairah radhiallahuanhu Mari kita lihat bagaimana semangat pada ulama yang luar biasa di dalam melakukan shalat malam. As-Saib bin Yazid rahimahullah berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’b dan Tamim ad-Dari untuk mengimami kaum muslimin pada shalat malam di bulan Ramadhan. Imam membaca al-Qur’an sampai 200 ayat dalam 1 rakaat sampai-sampai kami bertelekan pada sebuah tongkat karena lamanya berdiri dan tidaklah kami selesai dari shalat melainkan selesai saat menjelang subuh.” Muwatha’, [1/341] dan Ma’rifah Sunan wal Atsar, [4/208] Abdullah bin Abi Bakr rahimahullah berkata, “Aku mendengar ayahku mengatakan, Kami dahulu begitu selesai dari melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan, para pelayan pun segera mempersiapkan makanan sahur karena khawatir akan masuk waktu subuh’.” Syu’abul Iman, [3/177] Nafi’ bin Umar bin Abdillah rahimahullah berkata, “Aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah mengatakan, Dahulu aku mengimami manusia pada bulan Ramadhan, maka akupun membaca surat Fathir dan yang semisalnya pada 1 rakaat. Tidak ada berita yang sampai kepadaku bahwa ada satu orang jamaah merasa keberatan dengan yang demikian’.” Mushannaf Ibni Abi Syaibah, [2/392] Abul Asyhab rahimahullah mengatakan, “Dahulu Abu Raja’ mengkhatamkan al-Qur’an bersama kami dalam shalat malam di bulan Ramadhan pada setiap 10 malam.” Hilyatul Auliya, [2/306] Imran bin Hudair rahimahullah mengatakan, “Dahulu Abu Mijlas melaksanakan shalat malam di sebuah perkapungan di bulan Ramadhan dengan mengkhatamkan al-Qur’an pada setiap 7 malam.” Mushannaf Ibni Abi Syaibah, [2/162] Abdurrahman bin Hurmuz rahimahullah berkata, “Dahulu para imam shalat tarawih biasa membaca surat al-Baqarah untuk 8 rakaat. Ketika para imam tersebut menjadikan surat al-Baqarah untuk 12 rakaat maka manusia pun menilai bahwa pada imam telah meringankan untuk mereka.” Mushnnaf Abdirrazaq ash-Shan’ani, [4/262] Kedermawanan dan Kemurahan Para Ulama di Bulan Ramadhan Shahabat Ibnu Abbas radhiallahuanhu berkata, “Dahulu Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan dan pemurah dalam memberikan kebaikan dan beliau lebih pemurah dan dermawan lagi tatkala di bulan Ramadhan. Sesungguhnya malaikat Jibril menemui beliau pada setiap tahunnya di bulan Ramadhan sampai selesai bulan Ramadhan maka Rasulullah membacakan al-Qur’an kepada Jiabril, Ketika bertemu dengan Jibril, Rasulullah semakin pemurah dan dermawan dalam kebaikan melebihi angi yang berhembus.” HR. al-Bukhari no. 5 dan Muslim no. 4268 dari shahabat Ibnu Abbas radhiallahuanhu Abdullah bin Umar rahimahullah Beliau selalu menyiapkan makanan berbuka untuk orang-orang miskin dan anak-anak yatim dan berbuka puasa bersama mereka. Apabila keluarganya melarang Ibnu Umar untuk berbuka bersama mereka, maka Ibnu Umar pun tidak makan pada malam itu. Apabila datang seorang peminta-minta dalam keadaan beliau maka beliau memberikan makanannya tersebut kepada si peminta-minta. Hingga pernah suatu hari seperti itu, kemudian ketika beliau kembali lagi untuk makan ternyata keluarganya telah memakan makanan yang tersisa. Maka beliau pun berpuasa pada keesokan harinya dalam keadaan tidak memakan makanan apapun. Lathaif al-Ma’arif li Ibni Rajab al-Hanbali, hal. 168 Ibnu Syihad az-Zuhri rahimahullah Apabila memasuki bulah Ramadhan beliau mengatakan, “Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan untuk membaca al-Qur’an dan memberi makanan.” Lathaif al-Ma’arif li ibni Rajab al-Hanbali, hal. 318 Hammad bin Abi Sulaiman rahimahullah Pada bulan Ramadhan, setiap hari beliau memberi makanan buka puasa untuk 50 orang. Kemudian pada saat malam Idul Fithri beliau memberi hadiah pakaian kepada orang-orang tersebut. Tahdzibul Kamal, [7/277] Wallahu a’lam bishshawwab. Semoga bermanfaat. Penulis Ustadz Muhammad Rifqi hafizhahullah
Cerpen Karangan Anisah RahmadaniKategori Cerpen Anak, Cerpen Islami Religi, Cerpen Ramadhan Lolos moderasi pada 20 July 2017 Ada seorang anak bernama Ma’wa dan Naim, mereka adik dan kakak, mereka sangat rukun. Si kakak bersekolah kelas 5 SD sedangkan si adik kelas 3 SD. Pada suatu hari pak Nino dan bu Marua kedua ortu Ma’wa dan Naim sedang berbincang-bincang tentang Bulan Ramadhan, karena sebentar lagi Puasa “Pak, kita sudah segera puasa, kita harus bersiap-siap, kita harus memberitahu Ma’wa untuk melunasi puasanya yang bolong tahun kemarin dan menyuruhnya untuk membelajari adiknya berpuasa dan memberinya semangat” kata bu Marua panjang lebar, “Iya bu benar, itu sudah menjadi amalan kita saat bulan puasa…” jawab pak Nino, “Ya sudah, ibu panggil Ma’wa dulu ya..” kata bu Marua lagi, “Iya bu” jawab pak Nino singkat sambil menyeruput kopi hangatnya. Setelah semuanya berkumpul, pak Nino bicara pada Ma’wa, “Nak, kamu sudah melunasi puasamu yang bolong kemarin?” tanya bapaknya, “Iya pak, sudah… saya bolong 7… dan sudah dilunasi semua” jawab Ma’wa sopan, “Baguslah nak kalau begitu… mmm, bapak dan ibu punya usulan.. kamu harus mengajarkan adikmu berpuasa, agar dia nantinya bisa kuat berpuasa… kamu harus memberi semangat adikmu supaya dia berusaha untuk menahan nafsunya!!” suruh pak Nino, “Iya pak, itu pasti… saya tidak akan melupakan adik saya untuk saya ajari berpuasa… dia pasti akan saya ajari tentang semua hal yang berada dalam bulan Ramadhan, seperti saat saya mengajarinya untuk rajin shalat 5 waktu… karena bapak dan ibu juga telah mengajarkan Ma’wa tentang semua hal itu” jawab Ma’wa panjang lebar, “Bagus sayang, kamu memang kakak yang baik…” puji ibunya, Ma’wa hanya tersenyum malu. “Ibu, bapak, kakak… bulan Ramadhan, Puasa itu apa? Naim enggak ngerti!!” tanya Naim sambil berfikir, “Jawablah nak” suruh ibunya pelan, “Adikku sayang… bulan Ramadhan, Puasa adalah dimana orang Islam harus melakukan ibadah seperti berpuasa, bertadarus, berdzikir di masjid atau musholla, beri’tikaf dan berterawih.. dan lain lain, mereka semua melaksanakannya dengan tulus dan ikhlas.. karena di bulan ini, pintu surga dibuka dan setan-setan diikat…. bulan ini adalah bulan paling istimewa dimana para umat manusia meningkatkan ibadahnya, jadi kita juga harus begitu… harus siap dari sekarang… di bulan Ramadhan juga ada malam paling istimewa di 10 hari terakhirnya, yaitu malam Lailatul Qadar…” jawab kakaknya, “Ooo… gitu, Naim faham kak!! tapi… berpuasa, bertaddarus, beri’tikaf itu apa?” tanyanya lagi, “Berpuasa adalah kegiatan menahan diri dari makan minum dan hal-hal lainnya yang bisa membatalkan puasa dari sebelum terbit fajar sampai terbenam matahari, sebelumnya kita harus sahur dulu, lalu setelah mendengar adzan maghrib kita baru boleh makan dan minum sepuasnya yang artinya berbuka, dan masing-masing ada do’a dan niat… lalu bertaddarus itu kegiatan membaca al-qur’an pada bulan puasa atau ramadhan saat pagi hari dan malam hari setelah terawih di masjid atau musholla… dan beri’tikaf adalah kegiatan duduk dan diam di masjid atau musholla dengan niat ibadah, kita meminta atau berdo’a pada Allah SWT…” jawab kakaknya, “Oooo… Naim sekarang semakin faham, tapi kak… ajarkan semua do’a dan niat yang kakak Ma’wa maksud tadi dong” pinta Naim, “Iya.. nanti kakak catatkan dan bantu kamu untuk menghafalkan” jawab kakaknya sambil tersenyum manis “Naim sayang… kamu harus ingat kata kakak y” suruh ibunya, “Tenang bu!! itu pasti” jawab Naim, “Iya… karena itu semua penting” kata bapaknya pula, “Oke pak, siap” jawab Naim. Bulan Ramadhan pun tiba, jam shubuh keluarga Ma’wa bangun untuk sahur bersama, “Ma’wa, sudah… biar ibu lanjutkan masaknya sendiri, kamu cepat bangunkan adikmu, setelah sahur kita shalat shubuh bersama..” suruh ibunya, “Oh, baik bu…” jawabnya. Setelah membangunkan adiknya, mereka semua sahur bersama, menu sahurnya adalah nasi, ikan gurame goreng, sambal balado, mentimun, kemangi dan teh hangat, mereka semua sahur, tapi sebelumnya berdo’a dulu. Setelah sahur mereka membaca niat puasa lalu wudhlu dan shalat shubuh. Kegiatan itu dilakukan keluarga Ma’wa saat bulan puasa, dan selalu shalat berjamaah… mereka juga sering shodaqoh, rajin taddarus dan slalu berdo’a. Setelah bulan puasa berakhir Hari Raya Idul Fitri pun tiba, keluarga Ma’wa memakai baju baru semua, tidak ada yang bolong puasanya, termasuk Naim, “Bahagianya… bisa puasa penuh dan rajin melaksanakan ibadah lainnya, ini semua karena kakak yang selalu mengajarkanku tentang semua hal yang baik, bapak dan ibu juga… terima kasih semuaaa” kata Naim sangat bahagia, “Sama-sama dek… sebagai seorang kakak memang harus begitu, kakak kan sangat sayang sama kamu” jawab kakaknya, “Iya sayang, sama-sama…” jawab bapak dan ibunya kompak, “Iya, Naim sangat bahagia punya keluarga yang saaaa…ngat baik, terima kasih untuk semua keluargaku” kata Naim lagi, “Sama-sama” jawab keluarganya serempak. Lalu mereka bersilahturahmi kepada tetangganya dan bersama tetangganya. Cerpen Karangan Anisah Rahmadani Panggilan Nisah TTL Mojokerto, 28 Oktober 2004 Umur 12 Thn Agama Islam Kebangsaan Indonesia Alamat Rejo, Ds. Gayaman, Rt. 01, Rw. 03, Kec. Mojoanyar, Kab. Mojokerto, Prov. Jatim Instagram Ara_n_r Line Rahni Email Anisahramadani026[-at-] Kata Sandi Nisah2810 Nope 085852891908 Cerpen Indahnya Ramadhan merupakan cerita pendek karangan Anisah Rahmadani, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Putri Cimberline Oleh Alvina Aurelia Dahulu, di Kerajaan Inggris yang dikuasai Raja Anderson dan Ratu Lyriena, mereka mempunyai seorang Putri yang bernama Cimberline, Pada suatu hari Putri merayakan ulang tahunnya yang ke 17 Tahun, Kinci Oh Kinci Oleh Adinda Hijriya N. Kinci adalah kelinci kecil sangat jahil! waktu itu saja kinci pernah mengikat kedua telinga cici yang panjang menjadi satu. Huh, Kinci memang kelinci yang jahil! Pada suatu hari.. Tralalala…. Kembali Keniat Awal Oleh Faddilatusolikah Mentari masih enggan menampakkan sinarnya. Namun pagi ini harus ku paksakan melangkahkan kaki untuk mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Udara dingin menyelimuti tubuhku yang mulai menggigil. Ku intip wajah Membagikan Telur Oleh Patricia Joanne Siang itu, rumah si kembar Delancey Dela dan Stacey Aci yang sibuk dikejutkan oleh seseorang. “Halo, anak-anak! sibuk sekali kalian sampai pamanmu ini tidak dibukakan pintu,” kata sosok misterius Kampung Pindah Oleh Indra Yogatama Sore ini aku ada janji dengan mas Anam untuk ikut ngaji di tempatnya ustad Faqih. “Mas Anam, ayo berangkat!” teriakku di depan rumah mas Anam. “Sebentar aku ganti baju “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"
The Islamic and the Nusantara tradition shows that Ramadan is always welcomed with joy. Therefore, Ramadan is related to happiness. This quantitative research analyzes how changes in happiness occur as the coming of Ramadan. The respondents are 117 muslims adult who have received pesantren education. The results showed that significant differences in positive emotions between weeks 3, 2, and 1 before the coming of Ramadan. Meanwhile, negative emotions did not show a significant decrease. Then, the correlation test results show there is a positive correlation between the arrival of Ramadan with positive emotions. Meanwhile, the correlation test was negative with negative emotions. This research proves the coming of the month of Ramadan associated with increasing happiness of a muslim. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Psikologi Islam dan Budaya Edisi Oktober 2019, ISSN online 2615-8183 / print 2615-8191 Hal. 51-62 DOI Pendahuluan Bulan Ramadan merupakan bulan istimewa bagi umat Islam. Pada bulan ini, kaum muslimin diwajibkan menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Ibadah puasa dilaksa-nakan dari terbit hingga terbenam matahari Syam, 2017. Aktivitas puasa ini membuat bulan Ramadan pun menjadi bulan dengan nuansa yang sangat berbeda. Bulan Ramadan merupakan bulan ibadah. Dalam keyakinan seorang muslim, ibadah pada bulan Ramadan menjanjikan banyak pahala dari Allah Swt. Syam, 2017; Zaprulkhan, 2007. Bulan Ramadan menjadi semakin istimewa, karena di dalamnya terdapat peristiwa turunnya Alquran dan malam Lailatul Qadr. Dalam ajaran Islam, malam Lailatul Qadr adalah malam dimana rahmat dan ampunan Allah melimpah ruah yang mampu membersihkan dosa-dosa yang telah lalu Syam, 2017. Kaum muslimin pun sangat menanti-nanti kehadiran bulan Ramadan. Saat waktunya tiba, dengan gegap gempita semboyan “Marhaban Ya Ramadan” menyebar dalam kesehariannya. Poster-poster dengan semboyan tersebut berte-baran, baik di jalan, di media massa, bahkan hingga di media sosial. Bulan Ramadan menawarkan hal-hal positif di dalamnya. Adanya hal-hal positif yang menyenangkan dapat membuat seseorang merasakan kegem-biraan Muhopilah, Gamayanti, & Kurniadewi, 2018. Nuansa gembira menyambut bulan Ramadan pun tertuang dalam salah satu hadis. Rasulullah Saw. bersabda “Barangsiapa bergembira dengan masuknya Bulan Ramadan, Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka”. Dalam tradisi ulama-ulama salaf Bulan Ramadan dan Kebahagiaan Seorang Muslim Royanulloh1, Komari2 1,2 UIN Walisongo, Jl. Walisongo No. 3-5 Kota Semarang e-mail royanulloh Abstract/ Abstrak Keywords/ Kata kunci The Islamic and the Nusantara tradition shows that Ramadan is always welcomed with joy. Therefore, Ramadan is related to happiness. This quantitative research analyzes how changes in happiness occur as the coming of Ramadan. The respondents are 117 muslims adult who have received pesantren education. The results showed that significant differences in positive emotions between weeks 3, 2, and 1 before the coming of Ramadan. Meanwhile, negative emotions did not show a significant decrease. Then, the correlation test results show there is a positive correlation between the arrival of Ramadan with positive emotions. Meanwhile, the correlation test was negative with negative emotions. This research proves the coming of the month of Ramadan associated with increasing happiness of a muslim. muslim; ramadan; happiness Dalam tradisi Islam maupun nusantara, bulan Ramadan terbiasa disambut dengan penuh suka cita. Oleh karena itu, bulan Ramadan diduga berkaitan dengan kebahagiaan. Penelitian kuantitatif ini bertujuan menganalisa perubahan kebahagiaan pada seorang muslim seiring datangnya bulan Ramadan. Responden berjumlah 117 orang muslim dewasa yang pernah mengenyam pendidikan pesantren. Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan emosi positif yang signifikan antara minggu ke-3, ke-2, dan ke-1 menjelang datangnya bulan Ramadan, sementara emosi negatif tidak menunjukkan penurunan yang signifikan. Hasil uji korelasi memperlihatkan terdapat korelasi positif antara datangnya bulan Ramadan dengan emosi positif, serta sebaliknya berkorelasi negatif dengan emosi negatif. Hal ini membuktikan datangnya bulan Ramadan berkaitan dengan peningkatan kebahagiaan seorang muslim. muslim; bulan ramadan; kebahagiaan BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM 52 JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, terdahulu, terkenal ucapan doa yakni “Ya Allah sampaikanlah aku dengan selamat ke Ramadan, selamatkan Ramadan untukku, dan selamatkanlah aku hingga selesai Ramadan”. Dalil maupun doa yang disebutkan, secara langsung menegaskan bahwa bagi seorang muslim rasa bahagia ketika bulan Ramadan datang adalah sebuah keniscayaan. Rasa bahagia ini pun diekspresikan dengan amalan-amalan khusus. Dalam tradisi Islam, setidaknya ada tiga amalan saat menyambut bulan Ramadan, yakni 1 amalan hati berupa keikh-lasan dan rasa gembira, 2 berziarah ke makam orang tua yang telah mendahului, dan 3 saling memaafkan antar sesama Hadrawy, 2012; Syam, 2017. Di Indonesia, dapat disaksikan adanya beberapa tradisi unik dalam menyambut bulan Ramadan. Tradisi-tradisi ini sangat beragam, yang berlangsung di berbagai daerah di Indonesia. Di Aceh, terdapat tradisi makan daging bersama semua kalangan masyarakat, yang disebut Meugang. Tradisi ini telah bertahan selama 400 tahun, menjadi simbol rasa bahagia menyambut bulan Ramadan Bona, 2019. Di daerah Kudus, Jawa Tengah, masyarakat memiliki tradisi yang disebut Dandangan. Kegiatannya berupa tarian kolosal yang diselenggarakan di alun-alun Kudus. Tarian kolosal ini menceritakan mulai dari sejarah industri pengolahan tembakau di Kudus hingga sejarah Sunan Kudus Monoarfa, 2018. Di daerah Jawa Barat, tepatnya di Cileunyi Kabupaten Bandung, terdapat tradisi permainan bola api. Permainan ini dilaksanakan di malam pertama Ramadan, dilakukan oleh 10 orang anak yang dibagi menjadi dua kelompok Bona, 2019. Sementara, di Indonesia bagian timur, khususnya di Dusun Macera, Desa Mammi, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Di daerah ini berkembang tradisi Mabbaca-baca. Dalam ritual tradisi ini, warga menyajikan nasi ketan, kari ayam, telur, dan buah-buahan, serta membakar pallang atau lilin tradisional yang terbuat dari kapas dan biji kemiri. Tradisi ini merupakan ungkapan doa agar pemilik rumah diberi petunjuk dan kekuatan dalam menjalankan ibadah puasa yang penuh dengan ujian kesabaran dan kejujuran Monoarfa, 2018. Tradisi-tradisi yang telah dikemukakan memperlihatkan betapa pentingnya kehadiran bulan Ramadan bagi seorang muslim Indonesia. Selain persoalan ritual ibadah, bulan Ramadan juga bertaut dengan tradisi, sehingga pengaruh-nya semakin kuat dan mengakar serta memengaruhi kehidupan sehari-hari seorang muslim. Segala kebiasaan berubah, sebisa mungkin perbuatan baik selalu dilaksanakan, sementara perbuatan jelek mesti ditinggalkan. Hal ini mengubah pola perilaku, gaya hidup, hingga perubahan psikologis Syam, 2017. Secara psikologis, baik tradisi Islam maupun beberapa tradisi budaya nusantara yang telah disebutkan, memperlihatkan adanya penguatan kebahagiaan yang muncul menjelang bulan Ramadan. Dalam hal ini, terdapat kecenderungan perubahan emosi positif saat bulan Ramadan datang. Tradisi Islam maupun tradisi nusantara, memandang bulan Ramadan sebagai bulan yang penuh dengan kesempatan melakukan perbuatan baik. Dalam Islam, kebahagiaan akan datang salah satunya saat perbuatan baik dilakukan manusia Sodiq, 2016. Bulan Ramadan pun merupakan bulan pencerahan spiritual, yang mampu meningkat-kan kesejahteraan secara psikologis, sehingga berimplikasi pada kebahagiaan Zaprulkhan, 2007. Kebahagiaan sejatinya merupakan tujuan umum yang ingin diraih oleh banyak orang Lyubomksky, Sheldon, & Schkade, 2005. Maka seseorang cenderung mendekatkan dirinya kepada faktor-faktor atau situasi yang memudahkan kebahagiaan itu diraih. Ia pun akan merasa nyaman saat berada pada kondisi yang mampu membahagiakan dirinya. Seorang individu dapat mengatur faktor-faktor ini menjadi sebuah mekanisme hidup yang menda-tangkan kebahagiaan mendalam Buss, 2000. Kebahagiaan ini ditempuh untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga keberadaannya menjadi sangat penting Costanza, Fisher, Ali, Beer, Bond, Boumans, & Snapp, 2007. BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, 53 Kebahagiaan dapat dirasakan karena faktor internal maupun faktor eksternal, seperti halnya keberadaan bulan Ramadan bagi umat Islam. Kebahagiaan juga merupakan hal yang subjektif Costanza dkk., 2007, suatu hal yang menyebabkan kebahagiaan bagi seseorang atau sekelompok orang, belum tentu menyebabkan kebahagiaan pada orang atau kelompok lainnya. Maka, kebahagiaan pun dapat berkaitan dengan lingkungan. Bagi komunitas muslim, bulan Ramadan secara subjektif menjadi sumber kebahagiaan. Kondisi bahagia memengaruhi keadaan seseorang secara keseluruhan, baik itu keadaan sosial maupun emosi. Saat seseorang sedang bahagia, ia merasakan perasaan positif pada sebagian besar waktunya, meskipun demikian sesekali dapat muncul perasaan negatif Diener & Seligman, 2002. Hal ini pun dinyatakan oleh Carra 2013, bahwa kebahagiaan sebagai keadaan psikologis yang positif, ditandai oleh tingginya tingkat emosi positif dan rendahnya tingkat emosi negatif. Dengan demikian, salah satu indikator yang dapat dijadikan tolak ukur kebahagiaan adalah keadaan emosi positif dalam dirinya. Semakin sering emosi positif dirasakan pada suatu periode waktu tertentu, maka semakin bahagia orang tersebut. Artinya, orang yang bahagia merasakan emosi positif tertentu yang lebih sering dibandingkan dengan emosi negatif. Berdasarkan uraian di atas, kehadiran bulan Ramadan diduga berkaitan dengan kebahagiaan. Artinya diduga emosi positif meningkat lebih tinggi ketika bulan Ramadan tiba serta sebaliknya, emosi negatif cenderung menurun. Penelitian ini bertujuan menganalisa penguatan kebahagiaan ditinjau dari perubahan emosi positif dan negatif menjelang bulan Ramadan pada seorang muslim. Bulan Ramadan dalam penelitian ini dilihat sebagai sebuah momen atau peristiwa, sehingga eksplorasi kebahagiaan difokuskan pada waktu menjelang kedatangannya. Penelitian ini berusaha membuktikan secara empiris, bahwa bagi seorang muslim kedatangan bulan Ramadan dapat menjadi faktor yang mampu meningkatkan kebahagiaannya. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan data empiris berupa angka, mengenai kebahagiaan seorang muslim saat menghadapi bulan Ramadan. Kebahagiaan seorang muslim berkaitan dengan bulan Ramadan seringkali dinyatakan dalam keseharian dan tertuang dalam teks-teks dalil, baik hadis maupun Alquran. Adapun yang berbasis data berupa angka belum banyak dieksplorasi terutama melalui penelitian kuanti-tatif. Penelitian ini menggunakan analisis korelasional, untuk melihat arah dan kekuatan hubungan antara variabel bulan Ramadan dan kebahagiaan. Untuk memudahkan analisis seca-ra statistik, kedua variabel diterjemahkan ke dalam angka. Variabel bulan Ramadan diterjemahkan menjadi waktu, diukur berdasarkan jarak waktu dalam minggu menuju bulan Ramadan. Dalam proses pengambilan data, responden terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan waktu. Kelompok 1 adalah kelompok yang diukur tingkat kebahagiaannya pada 3 minggu sebelum Ramadan. Kelompok 2 adalah kelompok yang diukur pada 2 minggu sebelum Ramadan. Sementara, kelompok 3 adalah kelompok yang diukur pada 1 minggu sebelum Ramadan. Setiap kelompok masing-masing terdiri dari 39 responden, sehingga jumlah total responden sebanyak 117 orang. Ketiga kelompok terdiri dari orang-orang yang berbeda. Responden penelitian diperoleh berdasar-kan teknik purposive sampling. Berdasarkan kriteria berikut 1 dewasa, 2 beragama Islam, dan 3 berstatus sebagai santri atau setidaknya pernah mondok selama mengenyam pendidikan tingkat dasar, menengah, baik SMP maupun SMA. Hal ini dimaksudkan agar penghayatan terhadap kedatangan Ramadan lebih kuat, sehingga relevan untuk dianalisa pengalaman emosi positif dan negatif yang dialami. BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM 54 JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, Untuk analisis secara statistik, proses penskoran menggunakan pedoman berikut semakin dekat waktu dengan Ramadan, semakin meningkat skor waktunya. Dengan demikian, kelompok 1 akan memperoleh skor waktu 1, kelompok 2 akan memperoleh skor 2, dan kelompok 3 akan memperoleh skor 3. Sementara itu, ukuran kebahagiaan akan dianalisa menggunakan alat ukur berupa kuesioner The Positive and Negative Affect Schedule PANAS. Alat ukur ini merupakan salah satu alternatif menganalisa tingkat kebahagiaan individu dengan mengukur sebera-pa besar emosi positif dan negatif dirasakan pada suatu kondisi tertentu. Secara konseptual, kebahagiaan ditandai dengan kondisi psikologis yang positif, dimana tingkat emosi positif lebih tinggi dibanding tingkat emosi negatif Carra, 2013. Berdasar-kan konsep ini, maka alat ukur PANAS relevan untuk digunakan dalam penelitian. Kuesioner PANAS valid untuk digunakan pada dua kondisi emosi, yakni positif dan negatif, baik pada kelompok pelajar maupun dewasa Brdar, 2014; Crawford & Henry, 2004; Watson, Clark, & Tellegen, 1988. Dengan munculnya emosi positif dan negatif, maka analisa kebahagiaan dapat dilakukan lebih detail. Kuesioner PANAS disusun untuk mengukur keadaan emosi seseorang pada jangka waktu tertentu, bisa kondisi hari ini, seminggu terakhir, atau satu tahun terakhir, sesuai dengan konteks analisis yang dibutuhkan Brdar, 2014. PANAS questionnaire terdiri dari 20 item berupa kata-kata yang menggambarkan keadaan emosi tertentu. Kuesioner terdiri dari masing-masing 10 kata berupa emosi negatif dan positif Thompson, 2007. Responden diminta mengukur rentang keadaan emosi pada masing-masing item. Ukuran keadaan emosi disimbol-kan menggunakan angka dari 1 sampai 5. Angka 1 menunjukkan suatu kondisi emosi tidak intens dirasakan, sedangkan angka 5 menunjukkan kondisi emosi sangat intens dirasakan Brdar, 2014. Masing-masing kelompok item, yakni emosi positif dan negatif, diskor secara terpisah. Skor maksimal pada masing-masing kelompok item adalah 50. Semakin dekat skor ke angka maksimal tersebut, maka kondisi emosi dirasakan semakin kuat. Agar pengisian kuesioner sesuai dengan konteks datangnya bulan Ramadan, maka kuesioner dibuka dengan pertanyaan pembuka pada kuesioner sebagai berikut “Bulan Ramadan akan datang 3/2/1 minggu lagi. Saat membayangkan akan datangnya bulan Ramadan, seberapa sering perasaan-perasaan di bawah ini Anda rasakan?”. Hasil Hasil penelitian memperlihatkan adanya perubahan emosi positif dan negatif pada seorang muslim seiring semakin dekatnya bulan Ramadan. Keadaan emosi positif seorang muslim mengalami peningkatan menjelang Ramadan. Berdasarkan data pada gambar 1, rata-rata skor emosi positif responden mengalami kenaikan. Skor rata-rata emosi positif pada kelompok yang diamati 3 minggu sebelum Ramadan sebesar Kelompok 2 minggu sebelum memiliki skor rata-rata sebesar Sementara, kelompok 1 minggu sebelum memiliki skor rata-rata kebahagiaan sebesar Gambar 1. Fluktuasi Emosi Positif Menjelang Bulan Ramadan Positif 3 minggu sebelum 2 minggu sebelum1 minggu sebelum BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, 55 Gambar 1. Fluktuasi Emosi Negatif Menjelang Bulan Ramadan Kondisi sebaliknya dapat diamati pada emosi negatif. Pada gambar 2, skor rata-rata emosi negatif semakin menurun seiring makin dekatnya bulan Ramadan. Pada kelompok yang diamati 3 minggu sebelum Ramadan, rata-rata skor emosi negatifnya sebesar Sementara itu, pada kelompok 2 minggu sebelum Ramadan, skor rata-rata emosi negatifnya adalah Skor ini makin menurun pada kelompok 1 minggu sebelum Ramadan, menjadi sebesar Penelitian juga menemukan perbedaan rata-rata intensitas emosi yang dirasakan, antara emosi positif dan negatif pada masing-masing kelompok. Data secara konsisten memperlihat-kan emosi positif selalu lebih tinggi dibanding emosi negatif. Tabel 1 Perbedaan Rata-rata Skor Emosi Positif dan Negatif Rata-rata Skor Emosi Positif Rata-rata Skor Emosi Negatif Tiga minggu sebelum bulan Ramadan Dua minggu sebelum bulan Ramadan Satu minggu sebelum bulan Ramadan Tabel 2 Hasil Uji One Way Anova Perbedaan Emosi Positif Tabel 3 Hasil Uji One Way Anova Perbedaan Emosi Negatif Tabel 1 memperlihatkan, baik pada waktu 3 minggu sebelum, 2 minggu sebelum, dan 1 minggu sebelum bulan Ramadan, rata-rata skor emosi positif selalu lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata emosi negatif. Data-data menegaskan emosi positif semakin sering dirasakan menjelang tibanya bulan Ramadan dibandingkan dengan emosi negatif. Untuk menegaskan data perbedaan ini, maka dilakukan uji beda one way anova karena akan menganalisis ada atau tidaknya perbedaan tiga kelompok independen. Uji one way anova bisa dilakukan jika data yang digunakan memenuhi syarat normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas melalui tes Kolmogorov-smirnov memperlihatkan kedua kelompok data berdistribusi normal dengan nilai signifkansi masing-masing data sebesar .567 data emosi positif dan sebesar .604 data emosi negatif. Kedua nilai berada di atas taraf signifikansi penelitian, yakni .05. Sementara itu, hasil uji homogenitas berdasarkan test of homogenity variance memperlihatkan nilai masing-masing data .559 data emosi positif dan .266 data emosi negatif. Kedua nilai tersebut memenuhi uji homogenitas karena berada di atas taraf signifikansi .05. Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas, berlanjut pada uji one way anova. Uji one way anova fokus pada analisa Negatif 3 minggu sebelum 2 minggu sebelum1 minggu sebelum BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM 56 JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, perbedaan kondisi emosi positif dan negatif pada kelompok minggu ketiga, kedua, dan pertama menjelang bulan Ramadan. Hasil uji disajikan pada tabel 2 dan 3. Tabel 2 memperlihatkan terdapat perbeda-an emosi positif yang signifikan dengan nilai signifikansi sebesar .019 ; =.05, sehingga perbedaan kondisi emosi negatif tidak signifikan. Penurunan emosi negatif dapat dikatakan tidak terjadi cukup kuat dengan datangnya bulan Ramadan. Hasil-hasil ini memperlihatkan kebahagiaan dapat meningkat, ditopang oleh semakin meningkatnya emosi positif seorang muslim dengan kedatangan bulan Ramadan. Selanjutnya berdasarkan hasil uji korelasi rank-spearman, diperoleh hasil sebagai berikut 1 Hasil uji korelasi antara emosi positif dengan waktu menjelang Ramadan menunjukkan koefisien korelasi sebesar .255 dengan signifkansi .006 = .05; N =117 sebagaimana disajikan pada tabel 4; dan 2 Hasil uji korelasi antara emosi negatif dengan waktu menjelang Ramadan menunjukkan koefisien korelasi sebesar dengan signifikansi .014 = .05; N =117 sebagaimana disajikan pada tabel 5. Dalam analisis korelasional kekuatan hubungan dilihat berdasarkan angka koefisien korelasi yang bergerak dari 0 hingga 1. Jika hasil analisa semakin mendekati angka 1, maka semakin kuat korelasi antara kedua variabel. Sebaliknya, jika hasil analisa semakin men-dekati nol, maka semakin lemah korelasinya Coolican, 2018. Angka koefisien korelasi dapat bernilai positif atau negatif. Hal ini menunjukkan arah hubungan antar variabel Coolican, 2018. Jika angka positif, maka kedua variabel bergerak ke arah yang sama. Saat satu variabel mengalami kenaikan, variabel lain yang berkorelasi mengalami hal yang sama, begitu pun sebaliknya. Jika angka negatif, maka kedua variabel bergerak ke arah yang berbeda. Ketika satu variabel mengalami kenaikan, variabel lain yang berkorelasi mengalami penurunan, begitu pun sebaliknya. Hasil analisis statistik memperlihatkan terdapat korelasi yang signifikan antara emosi positif maupun negatif dengan waktu menjelang Ramadan. Emosi positif berkorelasi positif dengan kedatangan bulan Ramadan. Artinya, semakin dekat Ramadan semakin meningkat emosi positif seorang muslim. Sementara, emosi negatif berkorelasi negatif dengan kedatangan bulan Ramadan. Artinya, seorang muslim semakin sedikit merasakan emosi negatif saat Ramadan datang. Semakin besarnya emosi positif dirasakan dibandingkan emosi negatif, semakin besar perasaan bahagia yang dirasakan seseorang. Tabel 4 Hasil Uji Korelasi Emosi Positif dengan Kedatangan Bulan Ramadan Tabel 5 Hasil Uji Korelasi Emosi Negatif dengan Kedatangan Bulan Ramadan BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, 57 Diskusi Hasil perbedaan rata-rata emosi positif yang signifikan menunjukkan adanya peningkatan keadaan emosi positif seiring makin dekatnya bulan Ramadan. Hal ini memperlihatkan bulan Ramadan mampu mendorong emosi positif seorang muslim, sehingga suasana kebahagiaan lebih mudah dirasakan. Namun demikian, rasa bahagia yang dirasakan tidak berarti menurunkan emosi negatifnya. Artinya, suasana pengalaman terkait emosi negatif masih dirasakan, namun intensitasnya lebih rendah dirasakan, dibandingkan emosi positif. Hal ini bisa dijelaskan dalam hasil analisis korelasi, dimana korelasi antara emosi positif dan datangnya bulan Ramadan bernilai positif, sedangkan korelasi antara emosi negatif dan datangnya bulan Ramadan bernilai negatif. Hal ini menunjukkan perasaan seorang muslim saat Ramadan datang berada dalam keadaan yang positif, sehingga mereka sedang dalam kondisi bahagia. Bulan Ramadan adalah bulan yang unik bagi komunitas muslim. Bulan ini sangat ditunggu kehadirannya dan menawarkan pengalaman yang berbeda dari bulan-bulan sebelumnya Syam, 2017; Zaprulkhan 2007. Dalam hal ritual ibadah, bulan ini menawarkan insentif positif, berupa pahala yang berlipat pada setiap kebaikan dan ibadah yang dilaksanakan. Hal ini menjadi salah satu pokok keyakinan dalam ajaran Islam. Umat Islam pun berbondong-bondong mengejar insentif ini. Maka, ia akan lebih bersemangat menjalankan ibadah sehari-hari. Masjid semakin ramai, nuansa religius pun semakin kuat. Pengalaman melaksanakan ibadah menjadi lebih menyenangkan dibandingkan bulan sebelumnya Zaprulkhan, 2007. Hal ini memudahkan orang untuk lebih intens beribadah. Apalagi ditunjang dengan keyakinan setiap ibadah bernilai pahala berlipat-lipat Syam, 2017. Usaha menjalan-kannya pun terasa semakin ringan, seiring ajaran dalam Islam yang menyatakan setan-setan dibelenggu selama bulan Ramadan. Hal ini terdapat dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. bersabda “Ketika masuk bulan Ramadan, maka syaitan-syaitan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup”. Perasaan bahagia dalam menjalankan ibadah pun dapat semakin besar dirasakan Zaprulkhan, 2007. Nuansa kebahagiaan pada bulan Ramadan pun terkait dengan ibadah puasa. Aktivitas puasa ini diawali dengan makan sahur dan diakhiri dengan makan berbuka puasa. Pada banyak keluarga muslim, aktivitas ini seringkali menjadi ajang makan bersama-sama dengan keluarga, kerabat, rekan kerja, hingga kawan lama Hidayat, 2016; Khozin, 2017, sehingga momen ini menjadi salah satu momen istimewa. Berbagai kemudahan diterima untuk memudah-kan jalannya peristiwa makan bersama ini. Misalnya, jam kerja selama Ramadan disesuaikan, biasanya kantor-kantor memberi-kan kebijakan jam kerja yang lebih pendek. Jam masuk kerja menjadi lebih lambat, sementara jam pulang kerja menjadi lebih cepat. Hal ini memudahkan seorang muslim menjalani aktivitas makan bersama, baik pada saat sahur maupun berbuka puasa Khozin, 2017. Selain puasa, Ramadan diisi dengan beragam aktivitas ibadah rutin mulai dari tadarus Alquran, pengajian-pengajian, sholat tarawih berjamaah, hingga i’tikaf pada minggu terakhir bulan Ramadan. Aktivitas ibadah ini tidak sekedar dilaksanakan sendiri, tetapi dilaksanakan secara berjamaah. Tidak jarang, aktivitas ibadah pun menjadi ajang bertatap muka dengan tetangga atau orang lainnya. Nuansa positif dapat terasa, dengan adanya pengalaman bertegur sapa atau sekedar melepas rindu orang-orang yang sudah lama tidak bertemu Zaprulkhan, 2007. Dalam tradisi nusantara, terdapat pula hal-hal yang membentuk nuansa positif bulan Ramadan. Selain tradisi acara-acara adat untuk menyambutnya, bulan Ramadan juga identik dengan makanan-makanan khas yang biasanya jarang ditemukan pada bulan-bulan lainnya. Salah satunya adalah “kolak”, olahan makanan manis untuk berbuka puasa. Makanan olahan BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM 58 JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, ini dijual di berbagai tempat. Bahkan, banyak penjual musiman untuk jenis makanan ini, yang hanya berjualan di bulan Ramadan. Ataupun, mereka menambah item yang dijual dengan berbagai macam jenis kolak berharap meningkatkan omzet penjualan mereka Hidayat, 2016. Tradisi lain, yang tidak kalah unik dan menarik perhatian tersendiri adalah mudik lebaran. Mudik adalah aktivitas pulang ke kampung halaman menjelang Ramadan berakhir. Tradisi ini bahkan secara masif hanya terjadi di Indonesia, melibatkan pergerakan jutaan orang dari kota-kota besar di seluruh Indonesia Soebyakto, 2011. Tradisi mudik adalah suatu kewajiban, seberapa mahal ataupun sulitnya dilakukan, muslim di Indonesia pasti akan menjalaninya Iriyanto, 2012. Oleh karena itu, Ramadan pun dipersepsi sebagai saatnya pulang, berjumpa dengan orang tua, anak dan suami/ istri, hingga sanak-saudara lainnya. Maka, betapa bahagianya para muslim yang merantau ketika bulan Ramadan datang. Apalagi di Indonesia, banyak sekali masyarakat yang merantau, baik untuk tujuan sekolah maupun bekerja, meninggalkan kampung halamannya Iriyanto, 2012. Hal-hal ini memperlihatkan, baik dalam tradisi Islam maupun tradisi nusantara, kedatangan bulan Ramadan berkaitan dengan nuansa kebahagiaan seorang muslim. Suasana bahagia yang membangun nuansa bahagia dalam Ramadan, mampu mendorong terjadinya peningkatan emosi positif dalam diri muslim di Indonesia, sehingga bulan Ramadan tidak bisa dilepaskan dari keadaan kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan sisi positif dalam dimensi psikologis manusia Carra, 2013; Seligman & Csikszentmihalyi, 2014; Seligman, Steen, Park, & Peterson, 2005. Kebahagiaan menjadi salah satu landasan utama dalam kajian mempelajari manusia yang sehat, baik secara fisik maupun psikologis Diener & Seligman, 2002. Kebahagiaan dalam konstruk psikologis adalah suatu keadaan dimana emosi positif lebih dirasakan dibandingkan emosi negatif Carra, 2013; Taufiq, 2012. Naik turunnya dua emosi yaitu positif dan negatif menjadi komponen penting dalam menentukan kebahagiaan. Dalam kondisi bahagia, tidak berarti emosi negatif menghilang 100 persen. Kedua emosi selalu berada beriringan, saling berganti mana yang muncul dan mana yang tenggelam. Dengan demikian, meskipun emosi positif dirasakan, emosi negatif tetap dapat muncul Carra, 2013. Hal ini terlihat dalam data penelitian, dimana emosi negatif tetap muncul meskipun lebih banyak emosi positif yang dirasakan. Namun demikian, Ramadan lebih kuat menaikkan kebahagiaan dibandingkan menurunkannya. Keadaan fluktuasi ini bersesuaian dengan konteks situasi di sekitarnya. Semakin dekat seseorang dengan situasi yang membahagiakan dirinya, maka semakin besar kebahagiaan yang dirasakan Costanza dkk., 2007; Rahardjo, 2007. Seseorang memiliki kecenderungan untuk mendekatkan diri pada situasi yang membahagiakan Buss, 2000. Situasi ini seringkali bersifat subjektif, sesuai dengan pemaknaan terhadap suatu keadaan. Hal ini mafhum terjadi, secara konsep kebahagiaan dilandasi pengalaman subjektif berkaitan dengan emosi positif yang paling bermakna Costanza dkk., 2007; Rahardjo, 2007. Kebahagiaan merupakan konstruk unik yang memiliki aspek-aspek kontekstual yang kuat Anggoro & Widhiarso, 2010. Hal ini terjadi dalam fenomena Ramadan bagi seorang muslim. Bulan Ramadan, bagi seorang muslim, memiliki makna yang mendalam. Tradisi-tadisi yang dijalankan, baik dalam konteks Islam maupun kultur budaya, membuat penghayatan akan makna bulan Ramadan semakin kuat. Bulan Ramadan menjadi salah satu peristiwa personal yang menawarkan keuntungan psikologis sehingga kebahagiaan dapat dirasakan Harmaini & Yulianti, 2014. Rasa bahagia pun semakin kuat, karena dalam bulan Ramadan terdapat banyak kesempatan melakukan kebaikan, dimana dalam Islam BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, 59 kebahagiaan diyakini datang bagi orang-orang yang melakukannya Sodiq, 2016. Bulan Ramadan mampu menjadi sumber kebahagiaan karena bulan ini pun merupakan ruang untuk mengekspresikan keimanan, dimana kegiatan beribadah maupun berbuat baik pada sesama dapat dilakukan dengan bebas, ditunjang oleh suasana yang positif. Hal ini dapat mendatangkan kebahagiaan, karena bagi seorang muslim iman adalah salah satu penyebab munculnya kenyamanan hidup, ketenangan, hingga kebahagiaan dalam kehidupan Najati, 2004. Penelitian ini merupakan salah satu penelitian empiris yang berupaya menjelaskan adanya kebahagiaan berkaitan dengan bulan Ramadan berbasis data kuantitatif. Penelitian ini berhasil mengolah data bagaimana dinamika kebahagiaan seorang muslim saat datangnya Ramadan, ditinjau dari fluktuasi emosi positif dan negatif yang dirasakan. Penelitian ini tidak dirancang untuk mengeksplorasi kebahagiaan secara mendalam. Namun demikian, penelitian ini dapat memberi sumbangsih sebagai sumber data bagi penelitian lain tentang bulan Ramadan dan kebahagiaan yang lebih mendalam. Penelitian ini pun dapat menjadi model untuk melakukan penelitian kuantitatif dalam konteks perilaku keagamaan di masyarakat. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Diantaranya, penelitian fokus pada eksplorasi secara kuantitatif saat Ramadan datang, tetapi belum sampai menjelaskan pada bagaimana eksplorasi kebahagiaan dalam bulan Ramadan itu sendiri. Dengan demikian, pengembangan penelitian masih dapat dikembangkan ke arah tersebut. Namun demikian, jika penelitian serupa dapat dilakukan, maka untuk memperkuat analisa peningkatan kebahagiaan, dapat menggunakan responden yang sama pada setiap waktu pengamatan/ pengukuran kebahagiaan menjelang datangnya bulan Ramadan. Selain itu, penelitian masih terbatas pada kelompok santri yang memiliki ikatan kuat dengan peristiwa keagamaan seperti bulan Ramadan. Akan sangat menarik apabila penelitian diperluas jangkauannya pada partisipan dengan karakteristik lain, di luar kelompok santri. Hal ini dapat memberikan gambaran yang lebih luas secara kuantitatif, mengenai bulan Ramadan dan peningkatan kebahagiaan. Penelitian pun masih dapat dikembangkan, misalnya dengan studi eksperimen atau kuasi eksperimen, melalui pengamatan/ pengukuran kebahagiaan sebelum dan setelah bulan Ramadan dilalui. Penelitian kuantitatif dalam konteks perilaku beragama, seperti halnya penelitian bulan Ramadan dan peningkatan kebahagian ini, tidak serta-merta menafikan eksplorasi mendalam melalui studi kualitatif. Tentu saja studi kualitatif adalah hal yang penting dalam penelitian semacam ini, terutama dalam rangka memberikan informasi yang komprehensif dan mendalam. Namun demikian, metode kuantitatif dapat menghasilkan data yang lebih cepat serta dapat dipahami lebih mudah, sehingga semakin membumikan studi Psikologi dalam konteks perilaku beragama, khususnya dalam model penelitian kuantitatif. Dengan demikian, diharapkan perilaku beragama dapat dipahami dalam literatur-literatur penelitian, tidak hanya melalui teks-teks agama saja, yang lebih banyak membutuhkan ahli untuk menerjemahkannya. Simpulan Penelitian ini membuktikan kaitan antara datangnya bulan Ramadan dengan kebahagiaan seorang muslim. Kaitan antara datangnya bulan Ramadan dengan kebahagiaan seorang muslim dapat disarikan ke dalam dua karakteristik utama. Pertama, datangnya bulan Ramadan berkaitan dengan menguatnya emosi positif yang dirasakan. Kedua, datangnya bulan Ramadan berkaitan dengan melemahnya emosi negatif yang dirasakan. Temuan ini menjadi bukti empiris, khususnya secara statistik, bahwa kebahagiaan yang dirasakan seorang muslim ketika bertemu bulan Ramadan bukanlah kebetulan semata. Penguatan emosi positif tidak serta-merta menghilangkan emosi negatif. Namun demikian, datangnya bulan Ramadan BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM 60 JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, dapat menjadi media untuk menekan emosi negatif dalam diri dan menjadi momen positif yang mendatangkan rasa bahagia. Referensi Anggoro, W. J., & Widhiarso, W. 2010. Konstruksi dan identifikasi properti psikometris instrumen pengukuran kebahagiaan berbasis pendekatan indigenous psychology Studi multitrait-multimethod. Jurnal Psikologi, 372, 176-188. Bona. 2019, 4 Mei. Aneka tradisi sambut ramadan di Indonesia. Diunduh dari detikTravel Brdar, I. 2014. Positive and negative affect schedule PANAS. In Encyclopedia of Quality of Life and Well-Being Research. doi Buss, D. M. 2000. The evolution of happiness. American Psychologist, 551, 15-23. doi Carra, A. 2013. Positive Psychology The Science of Happiness and Human Strengths, Second Edition. doi Coolican, H. 2018. Research methods and statistics in psychology. Research Methods and Statistics in Psychology. DOI Costanza, R., Fisher, B., Ali, S., Beer, C., Bond, L., Boumans, R., & Snapp, R. 2007. Quality of life An approach integrating opportunities, human needs, and subjective well-being. Ecological Economics, 612-3, 267-276. doi Crawford, J. R., & Henry, J. D. 2004. The positive and negative affect schedule PANAS Construct validity, measurement properties and normative data in a large non-clinical sample. British Journal of Clinical Psychology. doi Diener, E., & Seligman, M. E. P. 2002. Very happy people. Psychological Science, 13, 81-84. doi Hadrawy, U. 2012, 12 Juli. Ubudiyah. Diunduh dari NU Online Harmaini, H., & Yulianti, A. 2014. Peristiwa-peristiwa yang membuat bahagia. Psympathic Jurnal Ilmiah Psikologi, 12, 109-119. doi Hidayat, A. 2016. Budaya konsumen bulan ramadan bagi masyarakat modern di Indonesia. IBDA` Jurnal Kajian Islam dan Budaya. doi Iriyanto, A. 2012. Mudik dan keretakan budaya. Humanika Jurnal Ilmiah Kajian Humaniora. Khozin, M. 2017. Sukses ramadan. Aswaja NU Center PWNU Jatim dan Pengurus Pusat Lajnah Ta’lif Wan Nasyr LTN PBNU. Lyubomksky, S., Sheldon, K. M., & Schkade, D. 2005. Pursuing happiness The architecture of sustainable change. Review of General Psychology, 92, 111-131 doi Monoarfa, J. 2018, 4 Juni. 5 Tradisi Unik Ramadan di Nusantara. Diunduh dari regional kompas Muhopilah, P., Gamayanti, W., & Kurniadewi, E. 2018. Hubungan kualitas puasa dan kebahagiaan santri pondok pesantren Al-ihsan. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya. 11, 53-66. doi Najati, M. „U. 2004. Psikologi dalam perspektif hadis. Jakarta Pustaka Al Husna Baru. Rahardjo, W. 2007. Kebahagiaan sebagai suatu proses pembelajaran. Jurnal Penelitian Psikologi. Seligman, M. E. P., & Csikszentmihalyi, M. 2014. Positive psychology An introduction. In Flow and the Foundations of Positive Psychology The Collected Works of Mihaly Csikszentmihalyi. doi Seligman, M. E. P., Steen, T. A., Park, N., & Peterson, C. 2005. Positive psychology progress Empirical validation of interventions. The American psychologist, 605, 410-421. doi Sodiq, A. 2016. Konsep kesejahteraan dalam Islam. Equilibrium, 32, 380-405 Soebyakto, B. B. 2011. Mudik lebaran studi BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, 61 kualitatif. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Syam, Y. H. 2017. Materi puasa ramadan. Elmatera Yogyakarta Taufiq. 2012. Positive psychology Psikologi cara meraih kebahagiaan. Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami. Thompson, E. R. 2007. Development and validation of an internationally reliable short-form of the Positive and Negative Affect Schedule PANAS. Journal of Cross-Cultural Psychology, 382, 227-242. doi Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. 1988. Development and validation of brief measures of positive and negative affect The PANAS scales. Journal of Personality and Social Psychology, 546, 1063-1070. doi Zaprulkhan. 2007. Puasa ramadan sebagai terapi pencerahan spiritual. Jakarta Hikmah. BULAN RAMADAN DAN KEBAHAGIAAN SEORANG MUSLIM 62 JPIB Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Oktober 2019, ... Kelezatan dari makanan khas daerah yang disajikan selama bulan Ramadan biasanya mempunyai cita rasa yang khas sehingga banyak masyarakat yang menyukai masakan khas daerah tersebut. Makanan Khas daerah yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat biasanya sangat cocok dengan lidah masyarakat tersebut Royanulloh & Komari, 2019. Perilaku Konsumsi masyarakat ini sangat menarik. ...Yanti Mulia RozaGeofakta RazaliEndang FatmawatiGuntur Arie WibowoThis study aims to examine cultural and social identities associated with regional specialties and the consumption behavior of Muslim communities in Indonesia during the month of Ramadan. This research uses a qualitative approach with descriptive methods. The results of the study show that regional specialties play an important role in the cultural and social identity of the Indonesian people, especially during the month of Ramadan. This can be seen from the consumption patterns of the people who prioritize regional specialties as the main menu when breaking the fast. In addition, regional specialties are also a medium for maintaining and developing cultural and social values that exist in society. This research also shows that cultural and social identities associated with regional specialties have influence on the consumption behavior of Muslim communities in Indonesia during the month of Ramadan. This can be seen from the tendency of people to prefer regional specialties that are in accordance with their cultural and religious values, as well as the desire to strengthen identity as part of a particular social group.... 2 Puasa yang wajib dijalankan oleh umat islam adalah puasa di bulan Ramadan karena termasuk kedalam rukun Islam. 3,4 Bulan Ramadan merupakan bulan yang istimewa bagi umat Islam karena akan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh dengan menahan diri dari makan dan minum mulai fajar hingga senja. 6 Mereka memulai puasa setelah makan pertama sebelum matahari terbit yang dikenal dengan "sahur" dan mengakhiri puasa setelah matahari terbenam yang dikenal sebagai "buka puasa". ... Munifah AbdatBulan Ramadan merupakan bulan yang istimewa bagi umat Islam karena akan menjalankan rukun Islam ketiga yaitu beribadah puasa sebulan penuh. Selama berpuasa, umat Islam membatasi kegiatan yang berpotensi membatalkan puasa seperti menelan air atau cairan saat perawatan gigi. Prosedur perawatan gigi dan mulut selama bulan Ramadan dianggap dapat beresiko membatalkan puasa sehingga mengakibatkan rendahnya kunjungan ke dokter gigi dan memilih menunda perawatanyang dapat menyebabkan kondisi gigi dan mulut bertambah buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemauan masyarakat melakukan perawatan gigi selama bulan puasa Ramadan berdasarkan persepsi pasien. Penelitian dilakukan selama 7 hari pada bulan Ramadan dengan total subyek 70 orang terdiri dari 35 orang kelompok intervensi dan 35 orang kelompok kontrol di Banda Aceh, Aceh menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden baik kelompok intervensi maupun kontrol setuju bahwa perawatan gigi beresiko membatalkan puasa dan sebagian diantaranya menyatakan mau ketika dalam keadaan darurat saja selama bulan Ramadan. Mayoritas berpendapat perawatan gigi seperti pembersihan karang gigi, prosedur penambalan, prosedur pencabutan, pemberian obat oles dan odontektomi dapat membatalkan puasa. Disimpulkan bahwa tingkat kemauan untuk melakukan perawatan gigi kali lebih besar pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol selama bulan Ramadan.... Kemudian sholat malam, membaca Al-Qur'an, zakat fitrah, Umrah bagi yang mampu. Bulan Ramadhan dimaknai oleh umat muslim untuk mencari kebaikan, sehingga seringkali masyarakat melakukan kegiatan bagi-bagi takjil kepada masyarakat lain menjelang waktu buka puasa, Royanulloh & Komari, 2019. ...Elvira FihtriAgus Machfud FauziThis study aims to determine the rationality of the participation of the Chinese in the celebration of the month of Ramadan in Krian District. According to Max Weber that individuals in carrying out social actions have a specific purpose and rational considerations. Rationalization is important before someone acts. Rationalization is simply defined as all possible considerations made by the Chinese before finally doing or acting in participating in the celebration of the Month of Ramadan. This study uses a qualitative method. The results of this study found that the actions of the Chinese were aimed at maintaining good relations between fellow religious communities, respecting Muslims who accepted the existence of the Chinese as ethnic minorities in Krian, and as social capital for the Chinese in the Krian community. These actions are carried out consciously, through social activities as a means or means of achieving the desired goals. The actions of the Chinese are also based on the rationality of social values and religious values. In addition, the actions of the Chinese are also based on reciprocal feelings and the behavior of the Javanese who are identical with helping, like to give in, so that there is no hostility. Because, even though they have Chinese ancestry, they have lived in Java for quite a long time. So often the daily actions of the Chinese are accustomed to the behavior of the Javanese.... Ramadhan merupakan bulan suci yang paling dinantikan oleh seluruh umat islam. Sebab, dibulan tersebut semua masyarakat yang memeluk agama islam diharuskan menjalani ibadah puasa sepanjang 30 hari Royanulloh & Komari, 2019. Puasa sendiri menjadi kegiatan yang memerlukan persiapan ekstra bagi yang menjalaninya karena mereka harus menahan diri dari kegiatan makan dan minum mulai waktu subuh sampai waktu mahgrib yang membuat cairan tubuh akan berkurang lebih cepat terlebih ketika melakukan aktivitas sehingga manusia yang menjalaninya akan merasa lemas. ... Lukman HakimOktavia MonalisaAdvertising is one way that companies use to promote their products or services to the public. The object analyzed in this research is the advertisement for Pocari Sweat version of Ramadhan 1442 H. As a commercial product, Pocari Sweat is not spared from a promotion so that Pocari Sweat makes an advertisement video with the theme of Ramadan. The purpose of this study was to analyze the audio visuals of the Ramadan 1442 H version of the Pocari Sweat advertisement. This study used a descriptive qualitative method using Roland Barthes' semiotic analysis approach. The results of this study indicate that the Ramadan 1442 H version of the Pocari Sweat advertisement intends to improve the company's image by using television advertising media and using rising actresses to become advertisement stars. In addition, this advertisement also intends to promote the product through advertising messages that the Pocari Sweat product is very useful for those who are fasting.... A Muslim is accustomed to fasting even outside the month of Ramadan. Royanulloh & Komari, 2019. Fasting is the willful refrainment from eating and drinking from dawn to sunset, with the intention and conditions. ...Sholehati Rofi'ah JamilFasting is familiar for Muslims around the world. One of the compulsory worship for Muslims is fasting during Ramadhan. Fasting is refraining from something that breaks fasting with a specific intention—fasting from dawn to sunset. Fasting not only suppresses appetite for food and drink but also restrains desire during the day. Fasting can also be said to be self-controlling from things that are detrimental or negative. We know that the current era of globalization has dramatically changed the pattern of people's lives. Good in terms of dress, talk, and food. Therefore this paper discusses fasting therapy as self-control. Various studies explained that fasting and getting the reward of fasting could also control emotions, avoid various diseases, and elevate human beings for the better. A person who does fasting will sincerely get a reward, the remission of sins, both sins in the past and sins that will come.... Konsep spiritualitas sendiri sudah banyak dikembangkan oleh banyak ahli yang kemudian diasumsikan sebagai suatu keadaan dimana individu menyadari bahwa dirinya adalah milik Tuhannya Fridayanti, 2015. Perspektif tersebut muncul ke dalam permukaan hidup individu dan dimanifestasikan dalam beragam perilaku yang semuanya berfokus pada pencarian makna hidup dan keseimbangan jiwa individu Jaenudin & Tahrir, 2019;Ramdani dkk., 2018;Royanulloh & Komari, 2019;Sumanty dkk., 2018. Kesadaran-kesadaran tersebutlah yang kemudian menciptakan suatu motivasi intrinsik This study aims to examine spiritual leadership in the context of the head of the family. ...Hasna Esa NisrinaMuhammad Irsyad Faruq Rina MasrurohSiti Khairun NisaThis study aims to examine spiritual leadership in the context of the head of the family. The spiritual leadership concept is lifted from Fry 2003 which is defined as a matter that consists of values, attitudes, and behaviors needed to intrinsically motivate oneself or others so that they have a sense of survival through spiritual vocation and membership. The construct approach used is the modification approach. The number of samples in this study amounted to 405 subjects with purposive sampling. The content validation used is in the form of CFA. Of the five dimensions measured, there is one falling dimension in testing, namely the meaning dimension. The other four dimensions, namely vision, altruistic love, hope/faith, and membership, can be measured by 26 valid and reliable items based on the confirmatory factor analysis and Cronbach alpha test. Measuring instruments developed can be used again for further RamayantiMelina HasanahtiAnnisa Rahmi RambeThe religious quality of a person cannot be judged by the quantity of worship he performs in the mosque or prayer room. The religious quality of a person can be judged from how sincere he is in socializing with society and nature. This paper attempts to describe the role of real working group students KKN at UIN North Sumatra Medan in improving the religious quality of the community during the month of Ramadan in Hessa Perlompongan Village. The method used in this paper is a qualitative descriptive study method. Data collection is based on reports that researchers collect in KKN activities in Hessa Perlompongan Village, through interviews, observations, and documentation. The results of this study indicate that UIN North Sumatra Medan students who carry out KKN in Hessa Perlompongan Village are happily welcomed by the community during the month of Ramadan. This is due to the role of students in inviting the community to prosper the mosque, making positive activities for children, and filling Ramadan activities with worship rituals and lectures "spiritual showers".Muhammad Hildan AziziStudi ini bertujuan untuk menguraikan penggambaran “Ramadan” yang mengacu pada kategori tanda menurut Peirce, yakni ikon, indeks, dan simbol pada komik dakwah bertema bulan Ramadan yang dipublikasi oleh akun Facebook The Muslim Show tahun 2019. The Muslim Show adalah komikus yang hasil karyanya telah menjangkau banyak negara, pesan-pesan dakwah dalam simbol semiotika komik yang digunakannya telah berhasil menjangkau umat Islam secara luas. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menganalisis delapan komik yang diunggah akun facebook The Muslim Show pada bulan April-Mei 2019. Semiotika visual menjadi alat analisis dalam mendeskripsikan makna dan tanda/simbol yang digunakan. Hasil studi ini menunjukkan 1 Ramadan adalah bulan yang dinanti umat muslim dengan suka cita juga dapat membangun emosi positif, bermanfaat untuk mengubur kebiasaan buruk, dan perlu keimanan yang kuat untuk menempuhnya, serta banyak tantangan fisik dan psikis yang menyertai baik dalam kehidupan sehari-hari maupun ketika ibadah. 2 Penggunaan simbol terhadap barang-barang yang sering digunakan orang-orang pada zaman ini, serta warna sebagai indeks menjadikan komik ini secara universal dapat dipahami oleh khalayak di manca Muhammad RitongaHana Khoirany SinagaFina Rizkiyah HasibuanLailatul Fiska Sya'baniDuring Ramadan, the enthusiasm of the Muslim community to worship increases rapidly, but their enthusiasm tends not to get a container or not to be supported. This is due to a shortage of teachers, mentors, facilities, and others. Therefore, STAI As-sunnah students carry out community service activities to help make activities successful during Ramadan, especially for children. The research method used is the Participatory Action Research PAR research method. In PAR activities, researchers do not separate themselves from the situation of the community being studied but instead, merge into it and work with residents in conducting PAR. Then, PAR is oriented towards changing the situation, increasing the knowledge and ability of citizens to understand and change their situation for the better. In this study, activities will be centered on children. The results of community service include the field of education, a field of religion, and the field of creation or creativity. In education, it has successfully trained children in public speaking, introduced Arabic to children, and provided material on Sirah nabawiyah. Then, one day-one juz has been successfully carried out in the religious field, regular Ramadan studies, sentence thayyibah, and other positive activities. Finally, in the field of creation, origami creations and jelly cooking creations are carried out. All programs have been implemented well, and this has received support from all members of the village community, who are full of enthusiasm and excellent and high spirits, so the programs implemented are beneficial and can be realized. Hopefully, the activities will continue to run continuously after the community service activities are AugustiyaAyu LestariHeru BudimanMita AnggrainiThis study was conducted to create an instrument that measures the conditions of happiness felt by the Sundanese in Indonesia. This scale is named the Bingah Scale. The measurement instrument modification approach was used in this study, where the researcher had chosen the theoretical construct that was relevant to the happiness construct in the Sundanese, then made new items that measured the construct. This modification was carried out to get a more comprehensive measuring instrument because it was adjusted to the language and culture where the measuring instrument was used. The number of respondents involved in the study amounted to 526 participants who were the representations of the Sundanese who were selected using a purposive sampling technique. The results showed that there were 21 items, both psychometrically and feasible to be used as appropriate instruments to measure the condition of happiness in aim of this study was to develop a scale of happiness based on indigenous psychology approach and identify it's psychometric properties. The research was divided into three step of scenario 1. happiness construct exploration based on indigenous psychology approach; 2. Develop the construct into a scale of happiness Likert model; and 3. Identify it's psychometric properties reliability and validity. The psychometric properties analyses consist of internal consistency reliability alpha-Cronbach and construct validity convergent-discriminant. Multitrait-multimethod matrix was used on the analysis in order to identify the convergent-discriminant validity including three comparative scales Self-Esteem Scale Rosenberg, Self-Esteem Inventory Coopersmith, and PGC Morale Scale. The exploration result shows a unique indicators of happiness in the East native culture N=604. The psychometric properties analysis show the alpha reliability α= and the validity was psychometrically accepted N=111. The conclusion of this study happiness is a unique construct that consist of strong contextual aspects and the measurement of a native happiness should used a scale of happiness that based on indigenous psychology approach. Further result will be is one of worship rituals that is usually done by santri, but they have many activities in boarding school and campus that caused not only positive but also various negative effects. These effects may lower the productivity and life satisfaction, and increase negative emotion. This research aims to examine the relationship of fasting quality and happiness. This study used quantitative method with the fasting quality scale based on Al-Ghazali’s theory and Oxford Happiness Questionnaire, which is analyzed by Pearson analysis method. Total respondent for this research is 150 respondents. The result of this research shows that the quality of fasting had correlation with santri’s happiness, with percentage is When fasting santri avoided to do something bad, be more patient, and tried to do anything according with guidance from Allah that it causes positive emotion and satisfaction, so they have high quality of fasting and HidayatTulisan ini berusaha untuk mengungkap budaya konsumen di masyarakat modern Indonesia. Tulisan ini mengacu pada sistem tanda semiotika yang berusaha untuk membongkar tanda-tanda baik secara visual maupun mitos yang hidup dalam tatanan masyarakat modern. Sementara itu, pemikiran Jean P Baudrillard memberikan sumbangan yang sangat besar terkait dengan wacana simulasi dalam promosi, juga pandangannya tentang masyarakat konsumsi. Praktik analisis dari cultural studi sendiri mengacu pada kerangka multi-interdisipliner atas satu objek karena objek tersebut terhubung dengan beberapa komponen entitas yang harus ditelusuri. Ini menjadikan kerja bolak-balik untuk melihat sistem budaya konsumen dalam balutan wacana agama yang harus dikembalikan pada esensi dari agama tersebut. Dalam cultural studi, analisis tidak hanya membedah atau membongkar makna saja, melaikan harus sampai pada menjahit kembali atau merekonstruksi bangunan kembali. Hasilnya, ada usaha untuk membentuk kesadaran mengenai konsumsi yang baik dalam bulan ramadhan berdasarkan keimanan dalam mencapai nilai kemanusiaan. Kesadaran itu berupa pengetahuan kepada masyarakat tentang kesadaran untuk tidak mengonsumsi barang dari permainan simbol dan HarmainiAlma YuliantiThis research aimed to explore the events that experienced and made the teens happy. The survey method was conducted with a total sample of 51 boys and 159 girls of high school students in Pekanbaru City. The instrument was an open-ended question and the data processed by descriptive analysis. Based on the research results, the three major components that events make teens happy namely 1 Relation by includes events related to parents, family and peers. 2 Personal affective by of the events associated with the opposite sex, affection, the psychological benefits, hobbies, etc., and 3 achievement by includes events associated with achievement, graduation, ability to complete the task, and satisfactory CarraRemediating deficits and managing disabilities has been a central preoccupation for clinical psychologists. Positive Psychology, in contrast, is concerned with the enhancement of happiness and well-being, involving the scientific study of the role of personal strengths and positive social systems in the promotion of optimal wellbeing. Edmund ThompsonThis article reports the development and validation of a 10-item international Positive and Negative Affect Schedule PANAS Short Form I-PANAS-SF in English. A qualitative study N = 18 and then an exploratory quantitative study N = 407, each using informants from a range of cultural backgrounds, were used to identify systematically which 10 of the original 20 PANAS items to retain or remove. A same-sample retest study N = 163 was used in an initial examination of the new 10-item international PANAS's psychometric properties and to assess its correlation with the full, 20-item, original PANAS. In a series of further validation studies N = 1,789, the cross-sample stability, internal reliability, temporal stability, cross-cultural factorial invariance, and convergent and criterion-related validities of the I-PANAS-SF were examined and found to be psychometrically acceptable. David WatsonLee Anna ClarkAuke TellegenIn recent studies of the structure of affect, positive and negative affect have consistently emerged as two dominant and relatively independent dimensions. A number of mood scales have been created to measure these factors; however, many existing measures are inadequate, showing low reliability or poor convergent or discriminant validity. To fill the need for reliable and valid Positive Affect and Negative Affect scales that are also brief and easy to administer, we developed two 10-item mood scales that comprise the Positive and Negative Affect Schedule PANAS. The scales are shown to be highly internally consistent, largely uncorrelated, and stable at appropriate levels over a 2-month time period. Normative data and factorial and external evidence of convergent and discriminant validity for the scales are also presented. PsycINFO Database Record c 2010 APA, all rights reservedThe pursuit of happiness is an important goal for many people. However, surprisingly little scientific research has focused on the question of how happiness can be increased and then sustained, probably because of pessimism engendered by the concepts of genetic determinism and hedonic adaptation. Nevertheless, emerging sources of optimism exist regarding the possibility of permanent increases in happiness. Drawing on the past well-being literature, the authors propose that a person's chronic happiness level is governed by 3 major factors a genetically determined set point for happiness, happiness-relevant circumstantial factors, and happiness-relevant activities and practices. The authors then consider adaptation and dynamic processes to show why the activity category offers the best opportunities for sustainably increasing happiness. Finally, existing research is discussed in support of the model, including 2 preliminary happiness-increasing interventions. PsycINFO Database Record c 2012 APA, all rights reserved
mengarang cerita tentang bulan ramadhan